Skip to content

Quo Vadis Peradaban Islam? (I)

Titik-titik genting dalam perjalanan peradaban Islam telah terjadi ratusan kali selama masa yang panjang. “Resonansi” kali ini tidak akan mengulas tentang hal itu, tetapi akan membicarakan masalah yang tidak kurang gentingnya dalam bentuk pertanyaan: Quo vadis (hendak ke mana) peradaban Islam?

Quo Vadis Peradaban Islam? (I)

Catatan Pagi: “Akhirnya Berhasil Juga”

MUHSIN HARYANTO,10 JANUARI 2016.

Saya masih ingat, betapa sulitnya mulai untuk menulis. Apa yang yang mau saya tulis serasa tak mungkin saya tulis, karena saya tidak yakin bahwa apa yang mau saya tulis adalah sesuatu yang pantas untuk saya tulis. Sampai pada suatu saat saya temukan gagasan yang membuatku gelisah untuk segera menulis. Sebuah puisi dengan judul ‘Gelisah’ pun saya tulis dengan segala keterbatasan kemampuan saya untuk menulis. Dan hasilnya: “tidak memuaskan”. Tetapi, puisi yang saya tulis — pada saat diri saya masih sekolah di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta — itu tetap saja menjadi sebuah kenangan indah bagi diri saya, karena tulisan itulah yang saya anggap sebagai tulisan pertama saya, yang saya tuangkan dengan segala kesungguhan saya untuk benar-benar ‘menulis’. Sejelek apa pun isinya.

Catatan Pagi: “Akhirnya Berhasil Juga”

MASJID SEBAGAI PUSAT PERADABAN

Di Mesir, saya tinggal di kawasan Abduh Basya Abbasiyah Cairo. Dekat rumah saya ada masjid kecil. Dilihat dari bangunan masjidnya, nampak sederhana saja. Apalagi masjidnya tidak independen, dalam artian bukan bangunan yang menyendiri. Ia adalah ruangan paling bawah dari sebuah apartemen tua. Jadi, dari luar tidak terlihat bahwa ia masjid. Kita tahu masjid dari pintunya yang bertuliskan masjid dan lafal Allahu Akbar

MASJID SEBAGAI PUSAT PERADABAN