Mu’allimin Yogyakarta - Simposium Alumni lintas profesi dan generasi digelar secara offline oleh Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta di kampus pusat Wirobrajan, Selasa (7/12). Kegiatan tersebut dihelat sebagai rangkaian kegiatan perayaan Milad Mu'allimin ke-103 tahun ini, yang mengusung tema besar Agil and Adaltable: "Lincah dalam Gerakan, Adaptif dalam Segala Perubahan Zaman."
Acara yang dibuka langsung oleh Direktur Mu'allimin, H Aly Aulia Lc MHum itu, dihadiri oleh para alumni dari berbagai kota di Indonesia yang tergabung dalam Keluarga Besar Abiturien Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta (KABAMMMA). Turut menyempatkan hadir dan sekaligus bertindak sebagai pembicara dalam acara tersebut Dr H Khoiruddin Bashori MSi, Dr H Syaifullah MAg, H Nasrullah MSi, Dipo Andy SSn, Rikza Maulana Lc MA, serta Ghufron Mustaqim SIP.
Dalam sambutan iftitahnya, Direktur Mu'allimin Muhammadiyah, H Aly Aulia Lc MHum menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada setiap era merupakan suatu keniscayaan, namun ada satu ciri yang tidak dapat diubah dari Mu'allimin, yaitu kekaderannya.
"Kader yang lahir dari Mu'allimin diharapkan mampu menjadi sosok ulama, pendidik, dan pemimpin di masa depan dan mampu berperan aktif dalam berbagai sektor kehidupan masyarakat," ungkapnya.
Senada dengan paparan Aly Aulia, Khoiruddin Bashori yang akrab dengan sebutan 'Pak Irud' mengatakan bahwa ke depan, Mu'allimin harus mampu melahirkan sosok kader yang memiliki tiga ciri mulia, yakni kader yang baik hati (apikan), dermawan (luma), dan berani dalam bersikap (wani).
"Kader alumni Mu'allimin harus berani berani dalam bersikap, bertindak, memimpin, dan berkontribusi (growth mindset), serta mampu mengembangkan diri di bidangnya masing-masing sesuai dengan minat dan bakatnya," papar alumni Mu'allimin tahun 1981 yang kini menjabat sebagai ketua KABAMMA itu.
Isu kekaderan dan kepemimpinan yang menjadi matan inti dari proses pembelajaran di Mu'allimin mendapat perhatian serius dari pemateri paling senior dalam Simposium tersebut, yakni Syaifullah. Alumni tahun 1979 yang berkarier sebagai dosen, politisi dan kini menjabat sebagai Ketua PWM Bengkulu itu berpendapat, bahwa menjadi kader Muhammadiyah perlu memiliki modal kepemimpinan yang kuat, apalagi jika ingin aktif secara totalitas.
"Meskipun demikian, modal kepemimpinan saja tidak cukup, perlu bekal lain, yakni pengalaman nyata agar bisa mewujudkan visi yang dicita-citakan. Alhamdulillah, dua hal tersebut telah saya dapatkan selama enam tahun menempuh pendidikan di Mu'allimin," ungkapnya.
Nasrullah pun sependapat dengan pernyataan Syaifullah, bahwa Mu'allimin sebagai kawah candradimukanya para kader, harus mampu melahirkan para pemimpin masa depan yang memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap perkembangan zaman yang tidak dapat dibendung (disrupsi) termasuk di bidang teknologi.
"Kita harus mampu mengikuti perkembangan zaman, namun juga tetap perlu memperhatikan keberlangsungan alam semesta (nature sustainability)," ungkap politisi nasional itu. Ia pun berpesan bahwa setiap elemen Mu'allimin harus mampu mengubah fix mindset menjadi growth mindset yang senantiasa kreatif, atraktif, dan adaptif terhadap derasnya perubahan zaman yang terjadi.
Alumni yang seorang cendekiawan dan ulama yang kini aktif di Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) adalah Rikza Maulana. Pakar di bidang syariah ini sangat terkesan dengan sistem egaliterian yang diajarkan sebagai sebuah habituasi di Mu'allimin, yakni aspek persaudaraan (ukhuwwah) di antara santri dan para alumni yang masih terjaga baik dan lestari hingga saat ini.
"Bagi saya, itu merupakan hal yang sangat berharga. Saya juga selalu terngiang hingga saat ini, prinsip hidup bersama, berkarya bersama, berkontribusi bersama," tutur alumni Universitas Al-Azhar, Mesir dan UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta itu.
Alumni seangkatan Rikza Maulana yang menggeluti karier yang 'kurang umum' diminati oleh rata-rata alumni Mu'allimin adalah Dipo Andi. Alumni tahun 1992 ini memilih jalur seni sebagai jalan hidupnya.
"Saya sempat mengalami culture shock saat pada masa-awal terjun di dunia seni bersama teman-teman kuliah saya," kenangnya mengawali paparannya.
Dunia seni yang jauh dari habituasi kesehariannya di Mu'allimin, menuntutnya untuk mampu beradaptasi agar tidak terlindas oleh irama kehidupan di luar, namun nyata adanya.
"Namun Alhamdulillah, berkat kesempatan belajar di Mu'allimin selama enam tahun, menjadikan saya memiliki benteng akidah yang kuat dan nyata bagi diri saya. Di sini, saya juga diajarkan untuk mengembangkan sikap toleransi dan demokratis dalam berinteraksi dengan siapapun. Ini merupakan nilai karakter yang berharga bagi saya saat ini," ungkap lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Jurusan Seni Rupa ini.
Alumni termuda yang tampil dalam simposium tersebut adalah Ghufron Mustaqim. Sejak masih menjadi santri Mu'allimin, lulusan tahun 2009 itu sudah memiliki visi untuk mandiri secara finansial. Menurutnya, dengan kemandirian tersebut akan mudah untuk memperluas cakupan manfaat secara pribadi maupun secara komunal.
"Ada dua karakter yang terbentuk selama saya belajar di Mu'allimin, yakni percaya diri dan berani mengambil risiko, termasuk dalam menjalani bisnis yang sedang saya tekuni saat ini" ungkap pebisnis Evermos yang berbasis pada teknologi dan kini terus berkembang itu.
"Pondasi dari lahirnya Evermos ini adalah sebuah hadits yang menyatakan bahwa "sebaik-baik kalian adalah yang bermanfaat bagi orang lain." Dan esensi hadits tersebut, saya dapatkan dan pelajari di Mu'allimin," imbuhnya.
(HumasNews)
#internationalboardingschool
Instagram: mualliminjogja
Youtube: muallimin jogja
Facebook : muallimin muhammadiyah yogyakarta
Fanspage: Muallimin Muallimaat Jogja
Website : https://muallimin.sch.id/ Info PPDB : ppdbmuallimin.sch.id