Mu’allimin, Sedayu - Yogyakarta menangis cukup lama dari biasanya. Jum’at pagi yang biasanya diisi dengan kegiatan bermalas-malasan dan kegiatan mandiri tidak terlihat bayangnya. Secara lumayan mendadak, tiba-tiba ada pengumuman kegiatan Manasik Haji yang wajib diikuti. Perasaan malas menghantui sebagian besar santri kelas 5 MIA. Sebagian dari kami terpaksa mengesampingkan agenda yang sudah dijadwalkan di hari Jum’at.
Jum’at pagi-pagi, saat hujan gerimis menangisi Kota Jogja, kegiatan tidur adalah kegiatan yang paling pas untuk dilakukan. Tapi, sebelum jam 06.00 WIB, dengan menembus hujan dan licinnya jalan Jogja, kami menuju Madrasah ditemani hujan. Sambil menunggu acara yang molor selama 45 menit, kami berangkat menuju Kampus Terpadu Sedayu menaiki bus.
Agaknya Tuhan menghendaki agenda mulia kami. Sesampainya di Kampus Terpadu Sedayu, hujan mereda berganti menjadi mendung. Di sana, kami berbaris di Masjid Hajjah Yuliana dengan melihat miniatur kakbah berada di belakang kami. Selayaknya Manasik Haji pada umumnya, kami mengenakan kain ihram seperti jamaah haji asli. Dengan keterbatasan yang ada, hanya beberapa dari kami yang mengenakan setelan lengkap kain ihram, sisanya hanya mengenakan atasannya saja. Walau begitu, kami dapat memakluminya.
Ada alasan mengapa Kampus Sedayu dijadikan tempat Manasik Haji. Menurut Ustaz Misbah, alasannya adalah tempat yang sering dijadikan tujuan yaitu Pantai Samas, Madrasah tidak bisa mengirim santrinya kesana. Mungkin ada keterlambatan atau miskomunikasi yang terjadi. Walaupun begitu, jalan tengah yang diambil ialah dengan menjadikan Kampus Terpadu sebagai alternatif pengganti. Madrasah pun menyiapkan miniatur kakbah di dalam masjid dan beberapa plang yang bertuliskan tempat-tempat rukun haji.
Dimulali dari memakai kain ihram, kami dipandu untuk menjalani rukun pertama haji, yaitu miqat di Bir Ali. Selanjutnya, berbekal kertas hafalan doa-doa haji, seperti haji tamattu sungguhan, yaitu dengan menjalani umroh terlebih dahulu. Lalu dilanjut seperti rangkaian haji biasa, tawaf ifadah, sa’i, wukuf, mabit di Muzdalifah, melempar jumrah, dan tawaf wada.
Tak terasa cepatnya, hanya sekitar 2 jam kami berkegiatan. Dengan perasaan gembira, kami bisa pulang ke asrama dan menjalani aktivitas seperti biasanya. Tapi sebelum kami meninggalkan Kampus Terpadu, Ustaz Misbah memberikan beberapa pesan kepada kami. Ustaz Misbah sangat menghargai ketersediaan kami untuk bisa mengikuti Manasik Haji. Menurutnya, Manasik Haji merupakan kegiatan yang wajib diikuti oleh kader tingkat 5. “Tidak apa-apa jika ada yang kurang memperhatikan, yang penting ikut dulu. Dengan ikut nanti bisa memahami bagaimana rangkaian haji yang sebenarnya.” Tutur Ustaz Misbah. Sebagai penutup, Ustaz Misbah berpesan kepada kami untuk selalu fastabiqul khairat dalam menggapai cinta Allah.
Oleh: Danu Rahman Wibowo
Editor: Danu Rahman Wibowo