Oleh: Setyawan Putra Sujana
(Siswa Mu'allimin Jogja/peserta progam pertukaran pelajar di Italia )
Alhamdulillah, akhirnya bisa mengumandangkan takbir yang hampir tidak pernah terdengar selama sembilan bulan lamanya di sini, di Italia. Semoga pengalaman menjadi imam sekaligus Khatib Idul Fitri untuk yang pertama kali ini tidak menjadi yang terakhir.
Melewati satu bulan Ramadan penuh, atau lebih generalnya melewati 10 bulan sebagai muslim di Italia, jujur, bukan hal yang mudah. Ada saja masalah dan rintangan. "Gilak aja jadi kamu bangun jam 2 pagi buat makan, terus gak minum gak makan di panas begini, dan baru boleh makan minum lagi jam 8.30 malam !" Kalimat yang sampai hapal di telinga karena di sini kami puasa 17 jam.
Sulitnya untuk izin salat zuhur, tak diperbolehkan salat Jumat, 2 jam perjalanan ke musala terdekat, pertanyaan-pertanyaan dari orang sekitar dan bahkan perlakuan rasis sudah banyak saya rasakan. Memang betul kalau Allah tidak membiarkan kita begitu saja mengatakan beriman apabila belum diuji.
Pecah haru dan bahagia di hari raya Idul Fitri tahun ini. Mulai dari salat magrib isya, dilanjutkan takbiran bersama. Ada yang langsung telfon keluarga, ada yang nangis haru, ada juga yang bersimpuh lama di atas sajadah. Di pagi hari berlanjut kembali takbiran, Salat ied dan khutbah singkat, yang menurut saya paling emosional selama 17 tahun umur saya.
Kesabaran, saling menghargai, toleransi, dan istikamah adalah sekian dari banyak pelajaran yang saya dapat tahun ini.
Selamat Hari Raya Idul Fitri, Selamat Lebaran untuk teman teman, bapak ibu, kakak adik, mas mbak dan siapapun yang membaca ini. Bersyukur atas apa yang dimiliki, pesan saya untuk kalian semua.