Oleh : Muhammad Arsyad Arifi *
“I venture to maintain that the gratest challenge that has
surreptitiously arisenIn our age is the challenge of knowledge, indeed,
not as against ignorance;But knowledge as conceived and disseminated
throughout the world by western civilization”
Prof. Dr. Syed Muhammad Naquib Al-Attas
Peradaban dunia dewasa ini telah mengalami kekacauan (chaos) ditahbiskan dengan munculnya pelbagai macam problematika kehidupan. Tindakan-tindakan amoral amat banyak dijumpai dalam bersosialisasi kepada khalayak masyarakat. Tindakan amoral yang urung dijumpai pada peradaban tua kini muncul dan selalu bertransformasi denagn kreativitas dan inovasi yang terstruktur rapi hingga membentuk oase problematika. Ketika dilihat secara makro tampak bermasalah akan tetapi setelah dilakukan pendekatan, karena dilakukannya tindak kriminal secara terstruktur, pendekatan yang dilakukan berujung pada nihilnya kesalahan. Hal ini terus berlangsung dari waktu ke waktu mengimplikasi pada hilangnya nalar justifikasi baik dan buruknya suatu perbuatan.
- Peradaban Keilmuan Barat
Seorang sejarawan Irlandia, Tim Wallace-Murphy, dalam bukunya, What Islam Did for Us : Understanding Islam’s Contribution to Western Civilization, (London Watkins Publishing, 2006) menyatakan :
“Life for the majority of people in mainland Christian was short, brutal
and barbaric when compared with the sophisticated, learned, and
tolerant regime in Islamic Spain. (Wallace-Murphy,129)
“Kehidupan, bagi sebagian besar masyarakat Kristen Eropa adalah singkat, brutal,
dan biadab, dibandingkan dengan rezim yang toleran di wilayah Muslim Spanyol”
Ilmuwan-ilmuwan barat yang umunya beragam Kristen sebelumnya telah terkungkung dalam otoritas agamanya sendiri. Segala keputusan yang berkait dengan kehidupan adalah bergantung terhadap keputusan gereja. Dogma-dogma ilmu pengetahuan pun demikian, apabila ada yag bertentangan dengan keputusan gereja maka wajib baginya untuk dibunuh. Hal ini yang dinamakan “Dark of Age” peradaban barat. Orang-orang barat pada masa ini, tentunya para pendeta-pendeta Gereja amatlah gemar menyiksa kaumnya sendiri. Dan sebagian besar adalah weanita, anak-anak dan ilmuwan yang tentunya berbeda pendapat dengan para pendeta. Galileo Galilei adalah salah satu contoh korban suatu program yang dinamakan “Inquisition” tersebut.
Akibat dari itu terjadilah revolusi ilmiah di barat dengan ditandai dengan zaman renaisans dan pencerahan. Renaisans yang terjadi pada abad ke -16 dimaknai sebagai kelahiran kembali peradaban Yunani-Romawi. Pelopor-pelopornya disebut “humanis”, yang berarti pelajar dan pemuja peradaban Yunani-Romawi pra-Kristen, bertolak belakang dengan pelajar dan penekun teolog Kristen barat. Filsafat ada setelahnya cenderung menafikan unsur metafisik yakni hanya bersandar pada rasio dan empiris. Dalam perkembangannya karena tak ada filter akan kebenaran mutlak atau bisa disebut relativisme maka orang cenderung berpikir pragmatis, materialistis, skeptis, intoleran dan terlalu asketis. Setelah itu muncullah imperialisme dan berbagai problematika yang menjadikan perang dunia.
- Peradaban Keilmuan Islam
Dalam islam, ilmu amatlah dijunjung tinggi derajatnya “Allah akan mengangkat orang-orang beriman dan orang-orang yang menuntut ilmu beberapa derajat, (Q.S. Mujadalah : 11) dan didalam islam menuntut ilmu itu wajib. Al-Qur’an adalah kitab yang amat besar perhatiannya terhadap aktivitas keilmuan dan pemikiran, misalnya tergambar dari penyebutan kata “al-ilm” dan derivasinya sebanyak 823 kali. Bahkan, yang diajarkan pertama kali kepada Nabi Adam adalah pengetahuan tentang nama-nama benda (2:31). Dan pada masa Nabi Muhammad wahyu yang diturunkan pertama kali ialah Q.S. Al-Alaq 1-5 yang berkaitan dengan ilmu yakni dalam kata “Iqra’” untuk membaca dan “qalam” untuk menulis tetapi cirikhas epistemologi ilmu islam ialah dengan ilmu yang bersubstansi fisik-materi dan metafisik hal ini bisa dilihat juga dalam Q.S. Al-Alaq yang berbunyi “Iqra’ bismirabbika…” (bacalah dengan nama tuhanmu). Dengan nama tuhanmu disini menunjukkan akan corak epistemologi islam.
Dalam Islam sumber ilmu ada empat, yakni Al-Qur’an, Sunnah, Aql, dan Qalb serta indra-indra yang berada dalam ciptaan-Nya. Islam mempercayai kebenaran absolut yang biasa disebutnya Allah. Akan tetapi memanglah segala di dunia ini telah diciptakan oleh-Nya dan tugas seorang manusia ialah menjadi khalifah untuk menegakkan sunnatullah di muka bumi ini. Al-Qur’an dan Sunnah membimbing Aql, Qalb serta Indra agar bekerja sesui pakem yang ada dan selalu bertujuan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Dalam perkembangannya peradaban islam dapat mencerahkan dunia yang pada saat itu sedang dalam masa “Dark of Age.” Dan selama empat belas abad Daulah Islamiyah telah mencerahkan peradaban dunia.
Sepeninggal peradaban muslim di Andalusia yang merupakan pusat keilmuan barat tengah gencar-gencarnya menerjemahkan karya-karya peradaban Islam. Dan mendistorsikan faktor dasarnya. Seketika itu barat bangkit dengan cirikhas peradabannya, dan terjadilah perang dunia. Di tengah-tengah itu pula berdiri Kesultanan Turki Utsmani yang semakin tercekik pengaruhnya karena dihadapi oleh berbagai musuh. Setelah dilakukan politik adu domba dan intervensi kepemerintahan oleh barat, oknum-oknum Kesultanan Turki Utsmani semakin jauh dari moralitas agamanya. Sehingga Kesultanan Utsmani sebagai simbol daulah islamiyah akhirnya ditutup pada 1924. Digantikan oleh Republik Sekuler Turki dibawah Mustafa Kemal Attaturk. Dan paham-paham sekuler telah merambah dunia termasuk Indonesia Pancasila dan UUD disalah artikan dan sengaja disalah artikan. Lalu dibuat dogma sekuler terhadapnya, sejarah didistorsikan unsur islamnya. Dan karena orang-orang ini cenderung menafikan unsur metafisik yakni hanya bersandar pada rasio dan empiris. Dalam perkembangannya karena tak ada filter akan kebenaran mutlak atau bisa disebut relativisme maka orang cenderung berpikir pragmatis, materialistis, skeptis, intoleran dan terlalu asketis. Setelah itu muncullah imperialisme dan berbagai problematika yang terjadi.
Dilihat dari fakta komparasi diatas, dapat tersimpulkan bahwa perbedaan mendasar dari kedua peradaban adalah terletak pada epistempologi. Menurut Prof. Dr. Syed Muhammad Naquib Al-Attas hal ini terjadi dikarenakan hilangnya entitas adab dalam substansial ilmu. Dan dalam memahami adab sendiri mutlak diperlukannya konsep epistemologi islam. Telah banyak bukti-bukti nyata akan adanya kebenaran mutlak atau bisa disebut tuhan dan satu-satunya ialah Allah SWT yang telah menerangkan dalam Al-Qur’an tentang epistemologi ilmu. Yakni pada awalnya turun ajaran islam itu sendiri telah dengan tegas pahami ilmu dengan bimbingan Allah, Q.S. Al-Alaq 1-5. Hal ini telah diaplikasikan oleh peradaban Islam dan hasilnya adalah kejayaan yang tiada banding hingga saat ini. Empat belas abad Islam mencerahkan dunia, karena sesuai namanya islam berarti “selamat” dan islam merupakan agama rahmatan lil alamin.
Menurut Ibnu Taimiyyah ketika memahami suatu ilmu harus berdasar pada urutan etape yang benar. Garis besar hierarki etape epistemologi ilmu adalah ;
- Ilmu Aqidah
- Ilmu Adab
- Menghafal, memahami dan mengamalkan Al-Qur’an
- Terakhir adalah ilmu cabang yang ingin dikehendaki, mis: Astronomi, matematika, dll.
Hemat penulis, dalam pengembangan budaya baca sebagai cara mendapatkan ilmu harus sesuai dengan pakem yang ada dan harus sesuai dengan etape-etapenya. Maka dari itu hendaklah seseorang menuntut ilmu dengan tertib dan teratur agar substansi moralitas ilmu tetap terjaga pada jalannya yang benar dan aksiologi ilmu tetap beradab dan untuk kemaslahatan umat manusia. Dengan benarnya budaya keilmuan ini maka manusia dapat menyelesaikan amanah yang berat yang diamanahkan oleh-Nya yakni menjadi khalifah di muka bumi. Wallahu a’lam bishawab.
* Santri kelas 6 MAK Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta