Di Mesir, saya tinggal di kawasan Abduh Basya Abbasiyah Cairo. Dekat rumah saya ada masjid kecil. Dilihat dari bangunan masjidnya, nampak sederhana saja. Apalagi masjidnya tidak independen, dalam artian bukan bangunan yang menyendiri. Ia adalah ruangan paling bawah dari sebuah apartemen tua. Jadi, dari luar tidak terlihat bahwa ia masjid. Kita tahu masjid dari pintunya yang bertuliskan masjid dan lafal Allahu Akbar
Meskipun masjid ini kecil, tapi punya yayasan yatim piatu. Masjid ini biasa menyantuni anak-anak yatim, menyekolahkan mereka, membiayai kehidupan mereka bahkan sampai menikahkan mereka. Dalam masjid ada beberapa kotak amal, satu di antaranya tertulis sumbangan untuk anak yatim.
Di samping masjid ada gedung terpisah. Gedung itu terdiri dari beberapa lantai. Lantai paling bawah adalah aula pertemuan, lantai dua dan tiga rumah sakit dan lantai empat adalah sekolahan taman kanak-kanak. Gedung itu milik masjid.
Di dalam masjid sendiri setiap hari Jumat dan Sabtu bakda Ashar selalu ada pelajaran hafalan al-Quran dan halaqah agama untuk anak-anak. Ada dua guru, satu khusus guru penghafal al-Quran dan satu lagi guru agama. Anak saya sering saya bawa ke mesjid ini untuk memurajaah al-Quran. Menghafal Qurannya seringnya di rumah bersama ummi.
Selain pendidikan agama untuk anak-anak, masjid kecil tadi juga ada halaqahilmiah untuk dewasa. Biasanya dilaksanakan bakda maghrib. Temanya bermacam-macam, tapi umumnya tentang fikih. Sesekali kadang ada pengajian yang lebih besar dengan mendatangnya para kyai ternama.
Jika datang bulan Ramadhan, masjid kecil itu selalu ada maidaturrahman, yaitu buka bersama secara gratis. Siapa saja yang ingin berbuka, dipersilahkan. Biasanya menunya minuman, kurma, nasi, ayam bakar atau daging rebus, dan sayur. Kadang ditambah dengan manisan. Maidaturrahmandiselenggarakan setiap hari selama bulan Ramadhan.
Jadi masjid kecil dekat rumah saya itu, ternyata punya pendidikan formal (TK), pendidikan non-formal, rumah sakit, menaungi yatim piatu, dan juga mempunyai ruangan serbaguna. Masjid kecil itu ternyata banyak punya amal usaha.
Jika kita ke daerah Hay Asyir Madinatunnasr, di dekat pasar mobil ada masjid namanya Masjid Rahmah. Kalau ini, ia berbentuk masjid. Ia benar-benar masjid secara independen dan tidak bergabung dengan apartemen. Masjidnya bersih dan berukuran sedang.
Di depan masjid, ada gedung yang terdiri dari beberapa lantai. Lantai paling dasar terdiri dari dua bagian, pertama untuk kantor masjid dan kedua untuk tempat berwudhu. Lantai atasnya lagi untuk lemaga pendidikan formal dari tingkat SD sampai SMA.
Di hari-hari tertentu, akan banyak ibu-ibu miskin yang mengantri di depan kantor gedung ini. Mereka mempunyai kartu khusus untuk mendapatkan bantuan sekadarnya dari masjid. Ternyata masjid ini juga punya amal usaha. Ia mempunyai sekolahan formal dari SD-SMA dan menyantuni orang miskin
Di kawasan Rabaah, ada masjid besar. Di belakang Masjid Rabah ada rumah sakit yang cukup megah terdiri dari satu gedung dan sekian lantai. Saya tidak hafal, tapi yang jelas lebih dari 8 lantai. Rumah sakit besar ini juga milik masjid. Samping kanan masjid ada gedung serba guna. Gedung yang cukup besar ini juga milik masjid.
Tentu saja yang paling besar adalah masjid al-Azhar. Di dalam masjid banyak terdapat ruangan kelas untuk pendidikan non-formal. Dari bakda Subuh hingga bakda Isya, di ruangan kelas ini akan selalu ramai. Para ulama azhar duduk di kursi menghadap santri, memberikan pelajaran dari kitab-kitab kuning. Pelajarannya model pesantrenan. Santrinya datang dari seluruh penjuru dunia. Mereka berbondong-bondong belajar kepada para ulama azhar.
Dari Masjid Azhar, juga muncul sekolahan dari TK hingga perguruan tinggi. Jumlah siswanya sangat banyak. Mahasiswa asing saja yang sedang menempuh belajar di Azhar tidak kurang dari 37 ribu. Belum lagi dengan mahasiswa Mesir. Pendidikan al-Azhar tersebar di seluruh negeri Mesir. Untuk pendidikan keislaman, al-Azhar adalah lembaga terdepan. Universitas Azhar sendiri, salah satunya terletak di samping masid al-Azhar. Jadi masih satu kompleks dengan masjid al-Azhar.
Di samping universitas al-Azhar ada Rumah Sakit Husain yang juga masih di bawah lembaga al-Azhar. Rumah sakit ini cukup besar. Dari sisi biaya perobatan juga sangat terjangkau. Tidak heran jika banyak orang Mesir yang merujuk rumah sakit Husain ini sebagai salah satu alternatif bagi kalangan ekonomi lemah.
Tidak jauh dari rumah sakit, terdapat beberapa gedung besar yang cukup artistik. Di depan gerbang tertulis “Masyikhatul Azhar”. Gedung ini menjadi kantor bagi para ulama azhar, salah satunya adalah kantor Syaikh Azhar. Juga perpustakaan al-Azhar. Ia cukup besar dan menyimpan banyak manuskrip langka. Mereka yang ingin melakukan penelitian, biasanya akan menyempatkan untuk mengunjungi tempat ini.
Sekitar 1 kilometer dari kawasan Azhar, terdapat dua kompleks asrama untuk warga negara asing, yaitu Madinatul Bu’uts al-Islamiyah. Satu kompleks asrama untuk pelajar putra dan satu kompleks lagi untuk pelajar putri. Lebih dari 70 negara mempunyai santri yang tinggal di sini. Semuanya mendapatkan beasiswa dari al-Azhar. Selama beberapa tahun saya tinggal di asrama ini.
Masih banyak lagi gedung-gedung al-Azhar dan lembaga di bawah naungan Azhar, seperti lembaga riset al-Azhar (Majma Buhus al Islamiyah), jurnal al-Azhar, koran Shautul Azhar, lembaga zakat al-Azhar, dan lain sebagainya. Semuanya bermula dari masjid.
Lantas dananya dari mana? Tentu saja dari para jamaah sendiri. Ada yang berasal dari infak kecil-kecilan jamaah, ada juga yang berasal dari para donatur besar. mereka berlomba-lomba untuk memakmurkan masjid.
Di Mesir masjid mempunyai peran yang sangat vital. Menjadi pemandangan yang sangat biasa, bahwa masjid mempunyai amal usaha. Masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah, namun juga mempunyai banyak aktivitas baik pendidikan, kesehatan, sosial dan lain sebagainya.
Oleh: Wahyudi Abdurrahim. Penulis mendapatkan gelar S1 dari Fakultas Ushuluddin Jurusan Aqidah dan Filsafat, Universitas Al-Azhar Kairo dan gelar S2 dari Ma’had Ali Lidirasah Islamiyah Kairo (2011). Penulis juga merupakan alumnus Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta (1996).